-->

Iklan Billboard 970x250

Apakah DZIKIR Jahr itu di Larang? ; Beberapa Riwayat atau Dalil yang Memperbolehkan Dzikir Jahr

Apakah DZIKIR Jahr itu di Larang? ; Beberapa Riwayat atau Dalil yang Memperbolehkan Dzikir Jahr

Dzikir merupakan salah satu Ibadah yang bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun. Ibadah ini Fleksibel karena bisa dilakukan dengan atau tanpa suara. Hal ini yang membuat ibadah ini terbilang mudah untuk dikerjakan oleh setiap kalangan dimulai dari anak-anak hingga lanjut usia. 

Banyak dalil yang mengisyaratkan baik dalam al-Qur’an atau pun as-Sunnah kepada kita untuk senantiasa berdzikir baik secara Jahr (dengan suara) ataupun Sir (Di dalam Hati). Salah satu dasar di dianjurkannya berdzikir adalah Q.S al-Ahzab: 33: 41-42:

يٰࣤاَيَّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اذْكُرُو اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا. وَسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang”.

Dari potongan ayat di atas kita bisa ketahui bahwa bertasbih (Berdzikir) itu sangat dianjurkan oleh Allah Swt. Dianjurkan sama dengan mesti untuk dilakukan atau dikerjakan oleh seorang Muslim Mukallaf (Baligh serta berakal). Mengapa demikian? Karena berdzikir bagaikan nutrisi bagi seorang Muslim yang bisa membawanya pada ketenangan dalam menjalani kehidupan. Sesuai dengan yang di firmankan Allah dalam Q.S ar-Ra’du :13: 28.

الا بذكر اللّٰه تطمئن القلوب

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah Hati menjadi tentram”

Namun bagaimana dengan Dzikir sesudah Shalat lima waktu? 

Banyak perdebatan di kalangan para Ulama tentang Dzikir sesudah Shalat ini. Ada yang mengatakan bahwa Sunnah hukumnya berdzikir sesudah Shalat lima waktu. Ada juga yang mengatakan Bid’ah karena tidak dilakukan pada zaman Nabi Saw. Lalu, bagaimana sikap kita apabila ada perbedaan pendapat di antara Ulama mengenai satu permasalahan? Untuk menyikapi hal tersebut kita harus mencari tahu terlebih dahulu kejelasannya. Ketika permasalahan tersebut sudah mulai terlihat kejelasannya maka kita mulai menggali referensi lebih jauh dan lebih mendalam. Sehingga kesimpulan yang kita tarik bisa menghadirkan jawaban atas permasalahan tersebut. 




Begitu pun dengan perbedaan pendapat terkait dengan Dzikr Jahr sesudah Shalat lima waktu yang biasa dilakukan sebagian besar masyarakat Muslim khususnya di Indonesia. Lalu bagaimana cara menyikapi hal tersebut? Di sini saya mencoba untuk menghadirkan dalil ataupun pendapat Ulama terkait dzikir Jahr sesudah Shalat lima waktu ini. 
Dalil pertama adalah Hadits yang memiliki kedudukan Hasan menurut Syekh al-Albani. Hadits tersebut berbunyi:

وعن أنس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا. قالوا يا رساول الله، وما رياض الجنة؟ قال : حلق الذكر


Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Apabila kamu melewati taman surga, maka nikmatilah”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah taman surga itu?”. Rasulullah Saw menjawab: Halaqah-halaqah (lingkaran-lingkaran) majelis zikir”.  

(HR. At-Tirmidzi).

Kemudian, dalil kedua diriwayatkan oleh Iman Hakim dan Hadits tersebut memiliki kedudukan Shahih. Hadits tersebut berbunyi:


كان سلمان في عصابة يذكرون الله فمر بهم رسول الله صلى الله عليه و سلم فجاءهم قاصدا حتى دنا منهم فكفوا عن الحديث إعظاما لرسول الله صلى الله عليه و سلم. فقال : ما كنتم تقولون فإني رأيت الرحمة تنزل عليكم فأحببت أن أشارككم فيها


“Salman al-Farisi bersama sekelompok sahabat berzikir, lalu Rasulullah Saw melewati mereka, Rasulullah Saw datang kepada mereka dan mendekat. Lalu mereka berhenti karena memuliakan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang kamu ucapkan? Aku melihat rahmat turun kepada kamu, aku ingin ikut serta dengan kamu”. 

(Hadits riwayat Imam al-Hakim).

Hadits ketiga diriwayatkan oleh Imam Muslim dan hadits-nya Shahih. Hadits tersebut berbunyi:

وعن عبد الله بن الزبير قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم من صلاته يقول بصوته الأعلاى : لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير، لا حول ولا قوة إلا باالله، لا إله إلّا الله، لا إله إلّا الله، ولا نعبد إلا إيّاه، له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن، لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون 


“Dari Abdullah bin az-Zubair, ia berkata: Rasulullah Saw apabila telah salam dari Shalat, ia mengucapkan dengan suara yang tinggi:


لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير، لا حول ولا قوة إلا باالله، لا إله إلّا الله لا إله إلّا الله ولا نعبد إلا إيّاه له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون 

(H.R Muslim).

Dari hadits-hadits di atas, sudah terlihat jelas bahwa Dzikir Jahr (dengan suara lantang) yang dikerjakan secara bersama-sama itu di perbolehkan. Dengan demikian, apabila ada di antara saudara kita yang mengerjakan Dzikir dengan cara Jahr (dengan suara lantang) maka itu tidak dilarang, karena dalilnya jelas. Namun, apabila ada di antara kita yang lebih nyaman dengan Dzikir Sir, maka itu pun tidak dilarang. Karena dalilnya pun jelas ada dalam Q.S al-A’raf: 7: 205.

Untuk lebih meyakinkan bahwa Dzikir Jahr itu diperbolehkan, maka kami akan menghadirkan salah satu pandangan Ulama yaitu Imam as-Suyuthi yang diawali dari sebuah pertanyaan. “Pertanyaan itu tentang kebiasaan kalangan Tasawuf membuat lingkaran zikir dan berzikir jahr di masjid-masjid serta mengeraskan suara ketika ber-tahlil, apakah itu makruh atau tidak?”. Maka Imam as-Suyuthi menjawab: “Perbuatan itu tidak makruh, karena terdapat beberapa hadits yang menganjurkan zikir secara jahr dan hadits-hadits yang menganjurkan zikir dengan cara sirr. Kombinasi antara keduanya bahwa jahr dan sirr berbeda sesuai perbedaan kondisi dan orang yang berdzikir, sebagaimana yang digabungkan Imam an- Nawawi tentang hadits-hadits berkaitan dengan anjuran membaca al-Qur’an dengan cara Jan dan sirr.

Agar pemahamannya lebih luas luas lagi saya sarankan untuk datang kepada guru atau Ustadz terdekat sobat sekalian yang memang kompeten dibidangnya, sekaligus sebagai verifikasi karena di khawatirkan ada di antara uraian di atas yang tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan Ulama. Karena ada satu kalimat yang harus jadi pertimbangan yaitu ”Man la lahu syaikhun, fasyaikhuhu syaithanun” Barang siapa yang belajar tanpa (dibimbing) seorang guru maka gurunya adalah syetan. Hal ini harus dilakukan karena apabila ada MisUnderstanding, guru kita bisa meluruskannya.


Bagi sobat yang ingin mengetahui lebih lanjut bisa check Referensinya di Buku “37 Masalah Populer; H. Abdul Somad, Lc., Ma.”.

Happy Learning … Keep Spirit … Do More Get More


Baca Juga
SHARE
Subscribe to get free updates

Related Posts

Post a Comment

Iklan Tengah Post